Oleh: Khawaled, S.Pd.I
(Pendidik dan pemerhati integrasi sains dan agama)
RAKYAT Indonesia akan disuguhkan fenomena langit yang menakjubkan pada malam Sabtu hingga dini hari Minggu, 7–8 September 2025: Gerhana Bulan Total, atau yang sering disebut Blood Moon. Fenomena ini tidak hanya menggugah dari sisi ilmiah, tetapi juga sarat dengan makna spiritual yang mendalam dalam ajaran Islam.
🌌 Pengantar Fenomena Gerhana
Menurut informasi dari para astronom, gerhana ini akan terlihat jelas dari sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. Fase awal penumbra akan dimulai pada pukul 22.26 WIB, dan puncak gerhana total terjadi sekitar pukul 01.11 WIB. Pada puncaknya, Bulan akan tampak berwarna merah gelap akibat pembiasan cahaya matahari oleh atmosfer Bumi.
⚙️ Gerhana Bulan dalam Perspektif Fisika
🔭 Bagaimana Gerhana Terjadi?
Gerhana bulan terjadi saat posisi Bumi berada di antara Matahari dan Bulan, sehingga cahaya matahari yang seharusnya menyinari Bulan terhalang oleh Bumi. Ketika Bulan sepenuhnya memasuki bayangan inti (umbra) Bumi, terjadilah gerhana total.
📘 Hukum Fisika yang Relevan:
1. Hukum Gerak Newton (Hukum I, II, III)
Gerhana bulan hanya mungkin terjadi karena posisi Bumi dan Bulan bergerak dalam orbit tertentu secara periodik dan stabil. Hukum Newton menjelaskan bagaimana gravitasi menjaga Bulan tetap mengorbit Bumi dan Bumi mengorbit Matahari.
2. Hukum Gravitasi Universal (Newton)
Gaya tarik-menarik antara Bumi, Bulan, dan Matahari menciptakan sistem keseimbangan yang memungkinkan fenomena seperti gerhana bisa terjadi secara teratur.
3. Hukum Pembiasan dan Hamburan Cahaya (Optika)
Warna merah pada Bulan saat gerhana terjadi karena hamburan Rayleigh: cahaya biru tersebar oleh atmosfer Bumi, sementara cahaya merah diteruskan dan membelok menuju Bulan.
Ini mirip dengan mengapa langit tampak biru di siang hari dan merah saat matahari terbenam.
4. Hukum Kepler tentang Gerak Planet
Gerhana hanya terjadi saat Bulan berada di simpul orbit (node)—titik di mana orbit Bulan memotong ekliptika Bumi. Kepler menjelaskan mengapa hanya pada titik tertentu gerhana bisa terjadi.
Dengan demikian, gerhana adalah bukti nyata bahwa alam semesta tunduk pada hukum fisika yang sangat teratur dan presisi, jauh dari kebetulan.
📖 Makna Gerhana dalam Perspektif Islam
Islam memandang gerhana bukan sebagai pertanda bencana, melainkan sebagai tanda kekuasaan Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Dan apabila bulan telah hilang cahayanya, dan matahari dan bulan dikumpulkan.”
(QS. Al-Qiyamah: 8–9)
Ayat ini mengisyaratkan kekuasaan Allah atas peredaran benda langit, dan mengingatkan manusia akan keterbatasan dirinya di hadapan Sang Pencipta. Gerhana adalah saat yang tepat untuk memperbanyak zikir, doa, dan muhasabah.
🕌 Shalat Gerhana: Tanda Ketaatan Umat
Rasulullah SAW memberikan teladan bahwa saat terjadi gerhana, umat Islam dianjurkan melaksanakan shalat khusuf (gerhana bulan). Dalam hadits disebutkan:
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang. Maka jika kalian melihatnya, berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, shalatlah dan bersedekahlah.”
(HR. Bukhari dan Muslim) Shalat gerhana bukan sekadar ibadah sunnah, tapi juga bentuk refleksi ketaatan, menyadari bahwa di balik segala keteraturan alam, ada kehendak Tuhan yang mengatur segalanya.
🧠 Integrasi Sains dan Iman
Gerhana bulan 7–8 September 2025 adalah momentum berharga untuk merefleksikan hubungan antara ilmu pengetahuan dan keimanan. Fisika menjelaskan bagaimana gerhana terjadi—dengan angka, hukum, dan teori. Sementara Al-Qur’an dan hadits mengajarkan mengapa manusia harus merenungi dan mengambil pelajaran dari ciptaan-Nya.
Di sinilah letak keindahan integrasi antara sains dan agama: keduanya tidak saling meniadakan, tetapi saling melengkapi dalam memandang semesta.
🎓 Pesan untuk Dunia Pendidikan
Sebagai pendidik, kita memiliki tanggung jawab untuk menanamkan pada generasi muda bahwa belajar sains bukanlah menjauh dari agama, melainkan bentuk rasa syukur atas kebesaran ciptaan Allah. Pembelajaran tentang gerhana bisa menjadi sarana mengenalkan tata surya, hukum fisika, serta nilai spiritual sekaligus.
🌠 Penutup: Gerhana sebagai Cermin Kehidupan
Gerhana adalah saat di mana terang tertutup sementara, namun bukan hilang. Ia mengingatkan kita bahwa setiap kegelapan memiliki ujung, dan setiap keteraturan alam adalah tanda cinta Sang Pencipta kepada ciptaan-Nya.
Mari kita manfaatkan gerhana bulan ini bukan hanya sebagai tontonan langit, tetapi juga sebagai ladang tadabbur, ilmu, dan amal. Karena di balik gelapnya langit malam, tersimpan cahaya ilmu dan hidayah bagi yang mau merenung.
Gerhana Bulan Total – 7–8 September 2025 (malam hari yaitu malam minggu menuju malam senin)
Tanggal: Malam 7 September 2025, berlanjut ke dini hari 8 September 2025 .
Waktu pengamatan di Indonesia (WIB)
Mulai penumbra: sekitar pukul 22.28 WIB .
Mulai sebagian: sekitar 23.27 WIB
Mulai totalitas (gerhana penuh): sekitar 01.11–01.12 WIB
Puncak gerhana: sekitar 01.53 WIB
Akhir totalitas: sekitar 02.33 WIB
Akhir penumbra: sekitar 03.55 WIB .
Durasi totalitas: Sekitar 82 menit (1 jam 22 menit) .
Lokasi pengamatan: Seluruh Indonesia (termasuk Aceh), juga Asia, Australia, Afrika, dan Eropa .
Fenomena terlihat: Di tengah malam, Bulan akan tampak berwarna merah darah (Blood Moon) selama fase totalitas.
Ringkasan Waktu Gerhana Bulan Total 2025 (untuk Indonesia)
Peristiwa Tanggal & Waktu (WIB)
Gerhana Bulan Total Malam 7 September → dini hari 8 September 2025
Mulai penumbra Sekitar 22.28 WIB
Mulai sebagian Sekitar 23.27 WIB
Mulai totalitas Sekitar 01.11 WIB
Puncak gerhana Sekitar 01.53 WIB
Akhir totalitas Sekitar 02.33 WIB
Akhir penumbra Sekitar 03.55 WIB.
(Khawaled, S.Pd.I Pendidik dan pemerhati integrasi sains dan agama)